Menguliti Monyet Bernama 'O'
00.56
Perjumpaan saya dengan novel ‘O’ karya Eka
Kurniawan merupakan sebuah penyesalan. Penyesalan karena saya terlambat
menyadari keberadaan novel ini. Terlewatkan sampai 1 tahun lebih semenjak
rilisnya novel ini.
Apa yang membuat saya jatuh hati pada novel ini?
1. Alur Cerita yang Unik
Awalnya saya sempat agak bingung dan keteteran
mengikuti alur dari novel ini. Bagaimana tidak? Gaya penulisan Eka Kurniawan
sangat unik. Penceritaan novel O mengalir dengan alur maju mundur dan bahkan
melompat-lompat dari satu tokoh ke tokoh lain. Bagian awal dari novel ini
menghasilkan akumulasi misteri dan rasa penasaran pembaca. Membuat saya tidak
bisa berhenti membaca walau jam di layar hape sudah menunjukkan pukul 12 malam.
2. Diksi
Saya selalu suka dengan diksi Eka Kurniawan. Kata-kata
yang sederhana, familiar (tidak terjebak dengan istilah-istilah sulit sok
intelek), gamblang dan jujur, berhasil dirangkai menjadi paragraf mendalam dan cerdas. Memaksa pembaca untuk larut dan memunculkan sudut pandang
baru. Kalimat yang singkat dan kata yang lugas menjadikan novel ini mudah untuk
diikuti. Penuturan deskripsi terasa pas, tidak berlebihan atau
bertele-tele. Mungkin ada beberapa deskripsi yang kurang relevan dengan cerita,
tetapi Eka Kurniawan mampu menjadikannya sebuah informasi yang menarik untuk
diketahui.
3. Penokohan
Tokoh-tokoh yang dimunculkan juga sangat unik
dan tidak biasa. Mulai dari polisi, penjahat, kyai, pemulung, pawang topeng
monyet dan monyetnya, anjing, revolver bahkan sebuah kaleng sarden. Namun
banyaknya tokoh yang terlibat dalam novel ini tidak menjadikan pembaca jengah. Setiap tokoh memiliki latar belakang dan peran masing-masing sehingga tidak ada
keberadaan yang sia-sia. Bahwa eksistensi setiap individu adalah penting dan
layak diceritakan. Eka Kurniawan tidak sekedar menuliskan latar belakang setiap
tokohnya, tetapi lebih dalam lagi, yaitu serangkaian sejarah dari tokoh
tersebut yang melatarbelakangi tindakan/ pemikiran sang tokoh. Sehingga benar
dan salah tidak bisa dibedakan segamblang hitam dan putih. Kebenaran adalah
subyektif. Novel ini seperti semacam penjelmaan dari kritik Kierkegaard tehadap Hegel.
Dalam novel ini, Eka Kurniawan berhasil
memanusiakan hewan (dan juga benda) sekaligus menghewankan manusia. Sehingga
seolah-olah frasa ‘bertingkah seperti hewan’ untuk menyebut manusia yang
bertindak keji sudah tidak relevan sejak awal. Lebih jauh lagi hal ini
menggoyahkan pemahaman sesungguhnya tentang definisi ‘manusiawi’ dan ‘hewani’.
4. Pemikiran
Kemudian hal terakhir yang dapat saya pahami
dari novel ini adalah tentang kebebasan. Kebebasan tidak selalu bisa dikorelasikan
dengan kebahagiaan dan ketentraman jiwa. Sebagian manusia beranggapan bahwa kebebasan adalah
segalanya. Tetapi baik secara sadar atau tidak, kita senantiasa terikat pada
sesuatu hal. Hal yang tentu saja penting bagi kita. Menjadi terikat malah lebih
sering menjadikan kita lebih bahagia. Seperti yang dikisahkan melalui Kirik,
pada suatu kali dia merasa jumawa menjadi anjing yang bebas tanpa tuan tetapi
pada akhirnya dia menyerahkan lehernya untuk terikat kepada Rini Juwita, wanita
penolongnya. Betalumur yang memilih untuk berkomitmen pada kata-kata gadis misterius
yang pernah ditemuinya, untuk belajar dari hewan. Serta tentu saja si monyet
‘O’ yang membuang kebebasannya dan mengikatkan diri pada cita-cita untuk menjadi manusia agar bisa
bersanding dengan sang Kaisar Dangdut. Ikatan tersebut kemudian termanifestasi
secara nyata dalam bentuk rantai yang melingkar di lehernya.'O' tidak lari meskipun ancaman sabetan 3 lidi setengah kering selalu menghantui harinya.
Secara keseluruhan novel ini memberikan warna
baru dalam kesusastraan Indonesia. Eka Kurniawan menjadi penulis yang sangat
berani dan berhasil menyajikan karya di luar pakem yang disebutnya sebagai
fable kontemporer ini. Bagi saya pribadi, novel ‘O’ menjadi gerbang untuk
membaca karya-karya lain dari Eka Kurniawan. Saya sangat merekomendasikan novel
ini terutama untuk anda yang menyukai cerita-cerita slice of life atau tulisan yang memunculkan kontempelasi tentang
falsafah hidup ataupun anda yang bosan dengan novel-novel cinta yang melulu
begitu. Bacalah!!!
0 komentar