Re-Sinkronisasi
21.06
“Tululingg!!!!”, mendadak
handphoneku berbunyi. Mengagetkanku yang sedari tadi fokus menatap layar
komputer, menyelesaikan laporan bulanan yang harusnya sudah dikirim ke kantor
pusat kemarin sore. Terpaksa kualihkan
pandanganku ke layar handphone yang ku geletakkan di sebelah kiri keyboard.
‘Edelweiss Jingga adds you as a
friend on Facebook’. Sebaris notifikasi yang terpampang di layar handphoneku.
“Alahhh, alay mana lagi nih yang
nge-add?”,pikirku. Ketika sibuk dengan kerjaan, notifikasi tidak penting semacam ini biasanya tak pernah ku gubris.
Namun entah kenapa ada rasa ketertarikan untuk membukanya. Mungkin juga karena
aku sudah terlalu jenuh memelototi angka-angka dalam tabel Excel yang makin
lama makin terlihat menyebalkan.
Aku sentuh notifikasi pada
touchscreen dan langsung membawaku ke halaman profil si ‘Edelweiss Jingga’.
Hanya gambar bunga yang terpampang di foto profilnya, akupun tak begitu peduli
bunga apakah itu. Aku masuk ke bagian ‘about’. Tidak ada penjelasan sama sekali
mengenai ‘Edelweiss Putih’ ini, mungkin dia sengaja mengunci biodatanya. Belum
puas, aku lihat friendlist-nya, tak ada mutual friend sama sekali. Biasanya
kalau sudah sampai tahap ini, aku akan langsung meng-klik tombol ignore tanpa
berpikir. Namun rasa penasaran itu kembali muncul. Aku coba buka foto
profilnya, ternyata tidak dikunci! Gambar bunga yang tadi kulihat sekilas
mendadak membesar. Ternyata bunga edelweiss berwarna putih, bukan jingga
seperti namanya. Aku klik tombol next. Foto kedua masih gambar edelweiss. “Ini
anak jualan edelweiss kali yak?”,batinku. Baru di foto yang ketiga aku melihat
sesosok gadis. Seorang gadis yang sedang duduk di anak tangga, mengenakan dress
putih dan rambut panjangnya yang tergerai. Wajahnya begitu familier. Matanya
tepat menatap ke arahku. Mata menimbulkan rasa keakraban kepada siapapun yang
menatapnya. Dan senyumnya….. senyum itu,,,,senyum lugu yang selalu dia berikan
padaku seraya berucap,"Hallo Mas Cantikkkk,,,ehee."
Tanpa pikir panjang aku segera
menkonfirm permohonan pertemanannya. Langsung aku tulis pesan untuknya.
Me: Sorry, apakah kamu Rena?
Tak ada balasan dari seberang
sana. Aku tahu betul 'Edelweiss Putih' sedang tidak on line, namun aku
benar-benar tak sabar menunggu balasannya. Rasanya lebih mendebarkan daripada
menanti pengumuman Ujian Nasional. Aku baru saja hendak menutup aplikasi
Facebook ketika tiba-tiba pesan itu datang.
Edelweiss : haloo mas cantikkkkk…
:)
Tiba-tiba aku terdiam. Jantungku
berdetak kencang. Seperti bermimpi dalam terjaga. Semacam mimpi, pengharapan
dan kenyataan yang terangkum menjadi satu.
Hanya dengan tiga kata, ditambah satu emoticon senyum di akhir kalimat,
dis mampu membongkar peti memori yang telah lama ku kubur dalam-dalam di sudut
hipocampus otakku. Memaksaku bernostalgia dalam ingatanku sendiri.
Edelweiss : Mas Arzhiii??Haluuuu….
Pesan kedua darinya
membangunkanku dari lamunan.
Me : Ini beneran Rena ya?
Aku masih belum yakin.
Edelweiss : Iyalah, emangnya ada
yang manggil kamu mas cantik selain aku??
Me : Oh iya ya,,,abisnya namamu
alay banget sih, jadinya kan aku pangling :P
Edelweiss : ihhh…baru aja temenan
udah ngejekin…aku remove lho >,<
Me : hehe,,,,jangan donggg,,,kan
aku cuma bercanda,,, jangan marah yaaa (‾̩̩̩_‾̩̩̩)\('́⌣'̀
)
Aku selalu suka caranya merajuk.
Membuatku ingin membelai kepalanya, seperti yang biasa aku lakukan dulu.
Me : kamu sekarang di mana sih?
Ngilang kek diculik mak erot,,,eh mak lampir
Edelweiss : gak kemana-mana kok,
masih di bumi hehe. aku sekarang tinggal di jakarta mas,di Bintaro
Me : wah,,,kebetulan banget nih,
tempat kerjaku gak jauh dari situ. Ketemuan yuk,,
Edelweiss : Boleh…kapan nih?
Me : kalo nanti malam bias gak?dah
lama banget nih aku gak ngobrol sama kamu,,,
Aku kangen.
Edelweiss : Bisa kok mas…bisa
banget,hehe….ntar malem yah..
Me : Oksip,,,minta nomer kamu dong,biar
gampang ngehubunginya
Edelweiss : Hmmm….aku minta
nomermu aja deh mas, nanti aku aja yang hub kamu…
Akupun memberikan nomor handphone
ku padanya.
Edelweiss : aku off dulu ya mas,
ada acara nih….nanti aku hubungi lagi…Daaa mas cantikkkk :)
Me : ok,,,janji lh
Belum sempat aku menyelesaikan
pesanku dia sudah off duluan. Akupun urung mengirimkannya.
Ah, Rena.... Dia adalah adik
kelasku semasa SMA dulu. Kami beda setahun. Pertemuan pertama kami terjadi
ketika klub ekskul bahasa sekolah kami mengadakan malam keakraban di salah satu
villa Kaliurang, Sleman. Acara tersebut merupakan acara tahunan untuk menyambut
anggota baru. Ketika itu aku duduk di kelas 2 dan dia kelas 1. Aku menjadi
salah satu panitia dalam acara makrab tersebut karena aku sudah 1 tahun menjadi
anggota klub. Sedangkan Rena menjadi peserta, dia termasuk anggota baru di
klub.
Pada awalnya aku tidak begitu
aware akan keberadaannya. Selain karena sibuk mempersiapkan keperluan acara,
jumlah anak baru juga sangat banyak, aku belum sempat menghafal wajah-wajah
mereka. Hingga pada suatu sesi permainan dimana peserta dibagi menjadi beberapa
kelompok. Masing-masing kelompok diminta untuk merias (mulai dari memakaikan
baju perempuan sampai make up wajah) anggota panitia cowok yang ditunjuk dan hasilnya
akan dinilai oleh juri. Sialnya, aku termasuk menjadi panitia yang dirias
tersebut.
Permainan dimulai. Ternyata yang
bertugas meriasku adalah kelompok Rena. Kebetulan Rena yang kebagian merias
wajah. Awalnya aku tak begitu peduli. Namun ketika melihat matanya yang begitu serius ketika merias
wajahku, aku merasa energiku tersinkronisasi dengan energinya. Gravitasinya
menarik penuh perhatianku. Bahkan ketika kucoba mengalihkan pandanganku, bola
mataku selalu berakhir dengan mencuri-curi pandang padanya. Aku baru tersadar
ketika dia selesai memoleskan lipstik dan tersenyum kepadaku. Dan tanpa diduga,
ternyata kelompok kamilah pemenangnya. Rena menoleh kepadaku seraya berkata,
"Selamat ya Mas Cantik, hehehe". Semenjak itulah dia selalu
memanggilku dengan 'Mas Cantik'. Aku tidak keberatan. Aku merasa itu menjadi
semacam panggilan sayang. Hanya darinya, hanya untukku.
Selepas acara makrab itu, kami
semakin akrab, semakin dekat. Aku merasa kami bagaikan 2 atom yang membentuk
ikatan kovalen. Saling menarik, saling menyeimbangkan. Rena mengatakan kalau
dia sudah menganggapku sebagai kakaknya sendiri. Sebenarnya aku menginginkan
‘jabatan’ yang lebih tinggi di hatinya, namun aku tahu betul bahwa posisiku tidak
bisa lebih dari ini. Dia sudah punya pacar, begitupula dengan diriku. Aku tak
tahu bagaimana perasaanya padaku. Namun satu yang kutahu pasti, Aku
mencintainya.
Persahabatan kami berlangsung
hingga aku lulus SMA dan melanjutkan kuliah di Jakarta. Awalnya kami masih
terus berhubungan melalui pesan singkat. Hingga sekitar sebulan semenjak aku
meninggalkan kampong halamanku, Rena seperti menghilang ditelan bumi. Pesanku
tak pernah sampai padanya. Aku coba telepon pun tak pernah tersambung. Nomor
hapenya, satu-satunya jalur yang menghubungkanku dengannya sudah tidak aktif
lagi. Ketika liburan setelah ujian tengah semester aku pulang kampong hanya
untuk memperoleh kejelasan akan Rena. Aku datangi rumahnya. Ketika pintu
rumahnya terbuka, ternyata aku baru tahu kalau rumah itu telah berganti
pemilik. Aku datangi teman-temannya yang dulu ku tahu dekat dengannya. Ternyata
merekapun tidak bisa memberikan informasi yang jelas. Satu-satunya info yang ku
dapat adalah keluarga Rena pindah rumah karena masalah keluarga. Itu saja.
Setelah terombang-ambing dalam kebingungan yang tak kunjung reda, akhirnya aku
memutuskan untuk melupakannya. Menyegel setiap memori dan harapan yang
membuatku terlena selama ini.
Hari ini, tujuh setengah tahun
setelah kejadian itu, Rena datang dengan tiba-tiba dan membuka segel yang telah kususun selama
bertahun-tahun dengan mudahnya. Aku pun tersadar, perasaanku padanya masih utuh
seperti dulu. Meskipun sudah ada beberapa wanita yang silih berganti singgah
dalam hidupku, namun hatiku selalu menyediakan ruang tersendiri, khusus untuk
Rena. Tak terusik, menunggu Rena datang untuk membuka pintunya. Dan hari ini,
tepatnya siang tadi Rena telah membuka pintu itu lebar-lebar. Menyalakan
kembali pelita angan yang lama mati.
Tak sabar ku tunggu kabar dari
Rena. Akhirnya pukul setengah 4 sore dia menelpon. Kami memutuskan untuk
bertemu di sebuah café di Bintaro, tak jauh dari tempat tinggalnya pukul 8
malam nanti. Aku sengaja pulang kantor lebih awal untuk menghindari macet. Kerjaanku
sudah ku selesaikan dan aku pun sudah meminta izin atasanku dengan alasan tidak
enak badan.
Malamnya, aku sengaja datang setengah jam
lebih awal. Entah karena nervous atau terlalu excited sehingga aku merasa
benar-benar tidak nyaman menunggu di kamar kosan. Selagi menunggunya, aku
memesan minuman favoritku, segelas
coklat hangat. 45 menit berlalu berlalu. Tepat ketika coklat hangat yang
kupesan tadi tinggal setengah gelas dan tak lagi hangat, Rena muncul dari balik
pintu yang sedari tadi kupandangi dengan sedikit gelisah. Masih Rena yang dulu
aku kagumi. Dia terlihat cantik dalam dress putih bermotif bunga dipadukan
dengan cardigan ungu. Rambut panjangnya tergerai, sementara poninya dijepit ke
belakang. Ada kesan kekanakan tapi
anggun.
“Aduhhh….sorry mass….tadi acaraku
molor sampe agak sore,,,,kamu udah lama ya nunggunya?”, ucapnya sambil menata
nafas. Suaranya masih semenggemaskan dulu.
“Ah,,,cuma 15 menit kok,,,sini
salim dulu!” aku menjulurkan tanganku dan dia pun menyambutnya. Dikecupnya
punggung tanganku. Ritual yang selalu kami lakukan ketika bertemu.
“Wahh…mas
Arzhi tambah gendut aja sekarang…hihihihi”,candanya.
“Iya nih, semenjak gak ketemu kamu hidupku
jadi sejahtera. Waktu sama kamu kan tekanan batin mulu,,,hahahahaha.”
“Ihhh…. jadi seneng nih kalo
engga ada aku?? Yaudah deh aku pulang aja!”, rajuknya sambil hendak berdiri
dari kursi.
“Hahaha,,,,bencanda kali Ren,,,
kamu kalo lagi ngambek lucu deh, masih sama kayak dulu.”
“Huhh!!baru juga ketemu udah
dibikin sewot, Mas Arzhii jahatttt… sama kayak dulu juga jahatnya!!!!.... Tapi
masih tetep cantik kok…hihihihi.”
“Weleh,,,masak udah pasang
jenggot kayak gini masih dibilang cantik sih??”balasku pura-pura sewot.
Tiba-tiba pelayan datang seraya
menyodorkan daftar menu.
Rena tampak serius melihat daftar
menu,“Hmmm….Aku pesen kwetiaw goreng aja deh mbak….pedesnya sedeng aja…trus…..”
“kasih kuah dikit mbak”,potongku
sambil tersenyum. “Terus minumnya es lemon tea,,,,jangan terlalu asem
ya,,,,,kalau saya, nambah coklat angetnya satu lagi aja deh!”
Pelayan berlalu pergi.
“Kok kamu masih inget aja makanan favoritku sih
mas?” tanya Rena.
“Kamu aja yang engga kreatif,
makanan favorit kok dari dulu gak berubah,,,,,hahahaha”
“Mas Arzhi sendiri juga gak
berubah weeee…..masih kecanduan coklat anget hehehehe”
Percakapan kami berlangsung
hangat. Tak ubahnya seperti dulu. Tak ada rasa canggung walau sudah lama tak
bertemu. Membahas masa lalu hingga
dunia kami sekarang. Ternyata Rena sudah setengah tahun ini tinggal dan bekerja
di Jakarta. Dia tinggal bersama tantenya, sementara orangtuanya berada di Jawa
Tengah. Aku tidak menyinggung mengapa dia tiba-tiba menghilang tujuh setengah
tahun yang lalu. Aku sudah tidak peduli. Yang terpenting dia sekarang ada di
hadapanku. Nyata. Dan mungkin dengan statusku sekarang yang single, tak ada
lagi alas an untuk menyimpan perasaanku yang dulu tak mampu tersampaikan. Tapi tidak sekarang. Aku ingin menyerah dalam momen ini.
Tak terasa sudah satu 2 jam kami
mengobrol. Café sudah mulai sepi, hanya menyisakan kami berdua yang masih
bertahan di salah satu meja dekat jendela.
“Aduhhh….udah malem ternyata….aku
pulang dulu ya Mas….takut diomelin tante nih,” ucap Rena seketika setelah dia
melirik jam tangannya.
“Hmmm,,,aku anter ya Ren,,,”
tawarku.
“Gak usah Mas….Gak enak sama
tante. Aku naik taksi aja. Lagian juga Cuma deket kok,”
“Hmmm,,,yaudah deh,,,ati-ati ya
Ren…..Btw,kapan kita bisa,,,” bertepatan dengan kalimat terakhirku, Rena berkata,
“Oh….iya…Ini ada sesuatu yang
special buat Mas Cantik….Hihihihi,” Katanya seraya menyerahkan kertas yang buru-buru
diambilnya dari tas jinjing.
“Apaan nih?”. Sebuah amplop
berbahan kertas yasmin krem dengan ornamen berwarna emas dipinggirnya. Belum
habis aku mencernanya, Rena langsung menyahut,
“Undangan pernikahanku Mas…hehe…
Masih dua minggu lagi kok….Wajib dateng pokoknya! Masak adenya nikahan engga
dateng….yaudah, aku duluan yaaa…..Daaa Mas Cantikkkkk!!!
Rena berlari ringan dan
menghilang di balik pintu. Sementara aku masih terdiam menatap kosong kertas
undangan di tanganku. Dan seketika itu juga ada semacam sesak yang hadir.
Seolah oksigen disekelilingku menguap. Aku dipaksa hengkang dari ekuilibriumku,
langsung ke titik terendah.
Aku mencoba menelaah setiap
detail momen yang terjadi hari ini. Dimulai dengan harapan redupku yang menyala begitu
cemerlang kemudian sekarang mati tak berbekas. Tak sanggup aku buka amplop
undangan itu. Bagaimana mungkin kebahagiaanku yang tiada tara bisa hilang dalam
sekejap hanya karena sebuah amplop keparat ini? Rasanya ingin memaki,
berteriak, dan menangis secara bersamaan. Sungguh pelik urusan hati ini.
Aku tak mau semakin larut dlm
perasaanku, segera beranjak dari cafe itu. Aku harus pulang sekarang, sebelum
jadi topik pembicaraan pelayan cafe.
Seorang cowok yang mendadak galau karena sebuah undangan. Konyol betul.
Sesampainya
di kamar kosan, aku kembali terduduk. Ah, kenapa aku bisa sebodoh ini? Kenapa
tak terbersit di pikiranku kemungkinan terburuk ini? Mungkin ini imbalan yang
setimpal atas keangkuhanku. Rasa sesak itu kembali. Namun tak sepekat tadi. Aku
sudah mulai bisa menenangkan diri. Kubuka pelan-pelan amplop yasmin itu. Wangi
khas undangan pernikahan. Tercetak nama seorang pria, yang aku tak peduli.
Dibawahnya tertulis nama Rena. Rena Adena Tansy. Keindahan abadi yang membawa
kedamaian, begitu kira-kira arti namanya.
Di bagian belakang terdapat foto
Rena bersama calon suaminya. Dia begitu anggun dalam balutan wedding dress
putih mutiara. Kutatap lekat-lekat wajahnya yang berhias senyum. Tiba-tiba aku
tersadar. Senyum itu begitu indah, lebih indah dari semua senyum Rena yang
pernah kulihat sebelumnya. Senyum bahagia penuh kepuasan seperti ketika
mencapai garis finish setelah berlari seharian.
Kemudian
ada semacam kelegaan aneh yang membilas rasa sesak tadi. Akupun tersadar,
memang di sanalah tempat dia seharusnya berada. Layaknya Edelweiss yang
seharusnya berada pada habitatnya di puncak gunung, terkristalisasi dalam keabadian.
Dan aku hanyalah seorang pendaki yang diberi kesempatan untuk sekejap menikmati
indahnya. Hanya dengan memandang, bukan memetik dan membawanya pulang. Sungguh
aku sadar betul, dia menjadi indah karena dia berada di tempat yang seharusnya.
4 komentar
keknya kenal nih ma main characternya
BalasHapus/kedip2
Cerita ini hanyalah fiktif belaka,,,,bila ada kesamaan tokoh, kejadian dan setting, itu hanyalah kebetulan semata. Suwer!!!!
BalasHapusEmang e sapa rai? *serius takon
kok tinggal di bintaro??
BalasHapusKalo kuala tungkal kejauhan bro hahha
Hapus